Jumat, 27 Januari 2017

PHP Semoga Bukan Hanya Sekadar Harapan Palsu

*Tulisan ini telah dimuat di Buletin Hayamwuruk Edisi VII, September 2013.


Semarang (09/2013). Gerutu, kesal, dan kecewa, hal tersebut mungkin sudah menjadi santapan sehari-sehari bagi para peserta Program Hibah Penelitian (PHP) 2013 Fakultas Ilmu Budaya  Universitas (FIB) Diponegoro, dalam beberapa bulan terakhir ini. Bagaimana tidak? Bantuan dana penelitian untuk PHP yang pendaftarannya sudah dibuka sejak 27 Mei lalu, tidak kunjung cair bahkan hingga jauh melewati waktu yang ditetapkan.
Arief Delta Riswanto, mahasiswa S1 Ilmu Perpustakaan 2012 yang juga salah satu peserta PHP menyuarakan kekecewaannya. “Yang jelas kecewa jelas. Ya namanya udah dijanjikan segini. Mau bagaimana pun yang namanya dana itu adalah penting. Transport dan lain-lain apalagi kalo kita membutuhkan apa istilahnya modal lain. Kita harus beli ini beli itu, kecuali kalau penelitian yang hanya mengandalkan lisan itu mungkin kan tidak banyak membutuhkan biaya. Jelas itu yang pertama tadi mengecewakan.” Ungkapnya


Erwan, mahasiswa Ilmu Perpustakaan 2011 sekaligus ketua Riset Club di FIB yang Tim Hayamwuruk temui di perpustakaan FIB pada Jumat (13/09) lalu juga mengakui hal tersebut. Ia mengungkapkan bahwa pencairan dana penelitian yang memakan waktu lama membuatnya merasa diberi harapan palsu, karena dana yang diharapkan dapat segera turun sebagai tindak lanjut atau respon dari penelitian yang mereka lakukan tidak kunjung dating kabarnya.
Pada akhirnya, Erwan dan peserta PHP lainnya pun bersedia legowo untuk memaklumi. “Itu, kendala birokrasi sih, kan kalau mau nurunin berapapun gitu, kan ini berhubung negeri ya, jadi musti ada laporannya juga, sampai surat, ada biaya pajaknya juga, Birokrasi, biasa.” Ujar Erwan memaklumi.
Sore itu juga kami lantas mencoba mencari konfirmasi dari pihak fakultas. Drs. Mujid Farihul Amin M. Pd. Pembantu Dekan III menjadi tujuan kami selanjutnya. Saat diwawancarai,  Mujid membenarkan bahwa dana memang belum dapat dicairkan karena SK (Surat Keputusan) Rektor belum turun. Ia juga mengungkapkan bahwa pihak fakultas sudah berupaya meninjau ke rektorat, tapi memang belum mendapat jawaban. Hal tersebut dilakukan karena nyatanya, meskipun pencairan dana pada tahun-tahun sebelumnya juga sering mengalami keterlambatan, tetapi tidak separah tahun ini. Jika tahun-tahun sebelumnya pihak fakultas dapat memfasilitasi penelitian dengan memberikan dana sebesar 60%, tahun ini hal itu tidak dapat dilakukan karena anggaran yang tersedia nol rupiah.
Meskipun kami telah mendapatkan penjelasan dari PD III, namun kami merasa belum puas. Pencarian informasi kami lanjutkan pada Selasa (17/9). Suasana kampus FIB yang sangat ramai mengawal kami ke kantor kemahasiswaan untuk menggali informasi lebih lanjut dari Drs. Abdul Ra’uf Mas’al, ketua panitia penelitian di Fakultas Ilmu Budaya. Ra’uf yang saat ditemui sedang menandatangani beberapa dokumen bersedia menerima kedatangan kami. Ia kemudian memberikan penjelasan mengenai dana penelitian di FIB yang hingga saat ini belum dapat dicairkan. “Ini sampai sekarang belum ada yang turun kok. Kegiatan Hibah Penelitian, LKTI, apa itu, karya tulis Ilmiah, proposal adek-adek mahasiswa itu belum, terus apa, PMB karakter, terus..alah-alah belum ada yang keluar pokoknya,”
Ketika ditanya mengenai penambahan kuota pendaftaran yang naik 33% dari tahun sebelumnya, yaitu jumlah peserta yang awalnya terdiri dari 15 kelompok ditambah menjadi 20 kelompok.. Ra’uf mengungkapkan bahwa penambahan kuota tersebut berdasarkan dana anggaran yang juga bertambah. “Anggaran kita bertambah, itu kan per anak kita kasih satu juta. Kalau anggaran bertambah, maunya kita jangan 20, tapi 100. Tapi mahasiswanya itu yang nggak ada, yang mengajukan itu yang nggak ada. Kita kasih 20-an aja itu yang daftar hanya, dan itu judulnya juga tidak menunjukkan sebagai seorang  intelektual.” Terang Ra’uf lebih lanjut.
            Mendengar kenyataan tersebut, muncul pertanyaan dibenak kami. Jika anggaran yang diterima bertambah, kenapa pihak panitia lebih memilih menambah kuota dibandingkan menambah jumlah dana per penelitian? Pertanyaan tersebut timbul dikarenakan adanya kemungkinan bertambahnya minat penelitian di kalangan mahasiswa FIB jika jumlah dana per penelitian bertambah.
Menjawab pertanyaan tersebut, Drs. Ra’uf memberikan penjelasan lebih lanjut “…Kan ada itu. Bukan untuk dibagi-bagikan, peraturan SK Rektor kan per-orang 1 juta, nanti kali 17 umpamanya, 17 juta, 3 juta kan dikembalikan ke negara … Target kita 20, yang masuk 17 itu kan udah pasti. Mau nambah, yang nambah siapa? Wong nggak ada SK Rektornya. Ya nggak bisa.”
Tidak Hanya Terganjal Dana
            Beberapa peserta PHP yang tim Hayamwuruk wawancarai sepakat mengatakan bahwa macetnya dana penelitian membuat kinerja mereka turut menjadi macet. Meskipun begitu, menurut Marya Rasnial, Wakil Ketua Riset Club FIB, semangat penelitian dari mahasiswa tahun ini mengalami peningkatan.
Namun hal tersebut berbeda dengan pendapat Ra’uf. Menurutnya, kisah penelitian di FIB belum mengalami progress yang berarti. Selain dikarenakan masalah dana yang belum jelas, minat mahasiswa FIB untuk melakukan penelitian masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang mengajukan proposal dengan judul yang dinilai kurang ilmiah.
“Keterbatasan ilmu, yang nggak menguasai, padahal kita mengadakan pelatihan terus, pelatihan penulisan ilmiah, pelatihan karya tulis ilmiah. Kita juga udah dua kali ini mengadakan pelatihan. Tapi mahasiswanya itu sendiri, apa ya, semangatnya untuk menulis itu saja udah nggak kompetitif. Mulai dari wirausaha juga nggak ada yang wirausaha. Nggak ada. Dari mahasiswa sendiri kurang.
“Kita sudah melakukan penelitian-penelitian, proposal-proposalnya semuanya ada. Kita berpikir, berpikir terus. Tapi dari hati mahasiswa itu. Ya gitu, kurang anu lah, kurang peduli. Kayak semacam mainan gitu, padahal dengan harapan dengan kita nulis itu nantinya kita bisa lomba ke tingkat nasional. Bahkan kami menjaringnya lewat beasiswa. Kalau udah mengajukan beasiswa, mengajukan proposal, dengan harapan kita punya bibit-bibit yang mumpuni gitu lho, dan layak untuk dibicarakan… judul yang luas, lugas dan dapat diterima orang banyak, dan betul-betul bisa digunakan untuk acuan ke tingkat nasional.” Tegas Ra’uf.
Hal yang diungkapkan oleh Ra’uf nyatanya memang selaras dengan fakta yang Tim Hayamwuruk temukan di lapangan. Fadli Ikram, mahasiswa Sastra Inggris 2011 mengatakan bahwa motivasi utamanya mengikuti PHP adalah karena nominal uangnya, bukan karena semata-mata ingin melakukan penelitian. Dia juga turut mengiyakan fakta bahwa minat untuk meneliti di FIB sangat rendah. Menurut pengalamannya sendiri, dari 161 mahasiswa sastra Inggris angkatan 2011, hanya 4 orang yang mengikuti PHP.
Permasalahan mengenai minat penelitian bagi kalangan mahasiswa di FIB tidak hanya berhenti disitu saja. Belum tersedianya sarana untuk publikasi hasil penelitian mahasiswa membuat para mahasiswa seolah enggan untuk melakukan penelitian. Mimpi para peserta PHP agar naskah penelitian yang mereka kumpulkan dapat dipublikasikan atau dibuat Jurnal Ilmiah pun tampaknya masih jauh dari harapan.
Memang tidak mudah untuk membuat suatu publikasi hasil penelitian. Ra’uf sendiri menjelaskan bahwa hasil penelitian mahasiswa seperti PHP akan disimpan sebagai arsip fakultas. “Jadi arsip fakultas, nggak akan kemana-mana. Ya..dipublikasikan dananya ndak anu... Apa Anda mau jamin bisa diterima? Nggak gampang jurnal itu, tapi kan ada sertifikat bahwa pernah ikut ini. Masuk jurnal opo? Masuk jurnal itu nggak gampang lho ya, enak. Dosen mau bikin jurnal Internasional aja dananya ratusan juta aja nggak keluar. Hibah penelitian itu kan masih dasar sekali,  belum mengarah ke akarnya kan belum. Masih sifatnya, apa ya, pelatihan mereka. Jadi untuk masukkan jurnal itu ya… ya paling baru semester berapa sih yang ikut? “Jelas Ra’uf saat disinggung mengenai kelanjutan naskah penelitian yang telah diterima fakultas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar