*Tulisan ini telah dimuat di Buletin
Hayamwuruk Edisi VII, September 2013.
Semarang (09/2013). Gerutu,
kesal, dan kecewa, hal tersebut mungkin sudah menjadi santapan sehari-sehari bagi
para peserta Program Hibah Penelitian (PHP) 2013 Fakultas Ilmu Budaya Universitas (FIB) Diponegoro, dalam beberapa bulan
terakhir ini. Bagaimana tidak? Bantuan dana penelitian untuk PHP yang pendaftarannya
sudah dibuka sejak 27 Mei lalu, tidak kunjung cair bahkan hingga jauh melewati
waktu yang ditetapkan.
Arief Delta Riswanto,
mahasiswa S1 Ilmu Perpustakaan 2012 yang juga salah satu peserta PHP
menyuarakan kekecewaannya. “Yang jelas kecewa jelas. Ya namanya udah dijanjikan segini. Mau bagaimana pun yang namanya dana itu adalah penting. Transport dan lain-lain apalagi kalo kita membutuhkan apa istilahnya
modal lain. Kita harus beli ini beli itu, kecuali kalau penelitian yang hanya
mengandalkan lisan itu mungkin kan tidak banyak membutuhkan biaya. Jelas itu yang
pertama tadi mengecewakan.”
Ungkapnya
Erwan, mahasiswa Ilmu
Perpustakaan 2011 sekaligus ketua Riset Club di FIB yang Tim Hayamwuruk temui
di perpustakaan FIB pada Jumat (13/09) lalu juga mengakui hal tersebut. Ia mengungkapkan
bahwa pencairan dana penelitian yang memakan waktu lama membuatnya merasa diberi
harapan palsu, karena dana yang diharapkan dapat segera turun sebagai tindak
lanjut atau respon dari penelitian yang mereka lakukan tidak kunjung dating kabarnya.
Pada akhirnya, Erwan dan
peserta PHP lainnya pun bersedia legowo
untuk memaklumi. “Itu, kendala birokrasi sih,
kan kalau mau nurunin berapapun gitu, kan ini berhubung negeri ya, jadi musti ada laporannya juga, sampai surat,
ada biaya pajaknya juga, Birokrasi, biasa.” Ujar Erwan memaklumi.
Sore itu juga kami lantas
mencoba mencari konfirmasi dari pihak fakultas. Drs. Mujid Farihul Amin M. Pd. Pembantu
Dekan III menjadi tujuan kami selanjutnya. Saat diwawancarai, Mujid membenarkan bahwa dana memang belum
dapat dicairkan karena SK (Surat Keputusan) Rektor belum turun. Ia juga
mengungkapkan bahwa pihak fakultas sudah berupaya meninjau ke rektorat, tapi
memang belum mendapat jawaban. Hal tersebut dilakukan karena nyatanya, meskipun pencairan dana pada tahun-tahun
sebelumnya juga sering mengalami keterlambatan, tetapi tidak separah tahun ini.
Jika tahun-tahun sebelumnya pihak fakultas dapat memfasilitasi penelitian
dengan memberikan dana sebesar 60%, tahun ini hal itu tidak dapat dilakukan
karena anggaran yang tersedia nol rupiah.
Meskipun kami telah
mendapatkan penjelasan dari PD III, namun kami merasa belum puas. Pencarian
informasi kami lanjutkan pada Selasa (17/9). Suasana kampus FIB yang sangat
ramai mengawal kami ke kantor kemahasiswaan untuk menggali informasi lebih
lanjut dari Drs. Abdul Ra’uf Mas’al, ketua panitia penelitian di Fakultas Ilmu
Budaya. Ra’uf yang saat ditemui sedang menandatangani beberapa dokumen bersedia
menerima kedatangan kami. Ia kemudian memberikan penjelasan mengenai dana
penelitian di FIB yang hingga saat ini belum dapat dicairkan. “Ini sampai sekarang
belum ada yang turun kok. Kegiatan Hibah Penelitian, LKTI, apa itu, karya tulis
Ilmiah, proposal adek-adek mahasiswa
itu belum, terus apa, PMB karakter, terus..alah-alah
belum ada yang keluar pokoknya,”
Ketika ditanya mengenai
penambahan kuota pendaftaran yang naik 33% dari tahun sebelumnya, yaitu jumlah
peserta yang awalnya terdiri dari 15 kelompok ditambah menjadi 20 kelompok.. Ra’uf
mengungkapkan bahwa penambahan kuota tersebut berdasarkan dana anggaran yang
juga bertambah. “Anggaran kita bertambah, itu kan per anak kita kasih satu juta.
Kalau anggaran bertambah, maunya kita jangan 20, tapi 100. Tapi mahasiswanya
itu yang nggak ada, yang mengajukan
itu yang nggak ada. Kita kasih 20-an aja itu yang daftar hanya, dan itu
judulnya juga tidak menunjukkan sebagai seorang
intelektual.” Terang Ra’uf lebih lanjut.
Mendengar
kenyataan tersebut, muncul pertanyaan dibenak kami. Jika anggaran yang diterima
bertambah, kenapa pihak panitia lebih memilih menambah kuota dibandingkan
menambah jumlah dana per penelitian? Pertanyaan tersebut timbul dikarenakan
adanya kemungkinan bertambahnya minat penelitian di kalangan mahasiswa FIB jika
jumlah dana per penelitian bertambah.
Menjawab pertanyaan tersebut,
Drs. Ra’uf memberikan penjelasan lebih lanjut “…Kan ada itu. Bukan untuk
dibagi-bagikan, peraturan SK Rektor kan per-orang 1 juta, nanti kali 17 umpamanya,
17 juta, 3 juta kan dikembalikan ke negara … Target kita 20, yang masuk 17 itu
kan udah pasti. Mau nambah, yang
nambah siapa? Wong nggak ada SK
Rektornya. Ya nggak bisa.”
Tidak
Hanya Terganjal Dana
Beberapa
peserta PHP yang tim Hayamwuruk
wawancarai sepakat mengatakan bahwa macetnya dana penelitian membuat kinerja
mereka turut menjadi macet. Meskipun begitu, menurut Marya Rasnial, Wakil Ketua
Riset Club FIB, semangat penelitian dari mahasiswa tahun ini mengalami
peningkatan.
Namun hal tersebut berbeda dengan pendapat Ra’uf.
Menurutnya, kisah penelitian di FIB belum mengalami progress yang berarti.
Selain dikarenakan masalah dana yang belum jelas, minat mahasiswa FIB untuk melakukan
penelitian masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa
yang mengajukan proposal dengan judul yang dinilai kurang ilmiah.
“Keterbatasan ilmu, yang nggak menguasai, padahal kita mengadakan pelatihan terus, pelatihan
penulisan ilmiah, pelatihan karya tulis ilmiah. Kita juga udah dua kali ini mengadakan pelatihan. Tapi mahasiswanya itu
sendiri, apa ya, semangatnya untuk menulis itu saja udah nggak kompetitif. Mulai dari wirausaha juga nggak ada yang wirausaha. Nggak ada. Dari mahasiswa sendiri
kurang.
“Kita sudah melakukan penelitian-penelitian,
proposal-proposalnya semuanya ada. Kita berpikir, berpikir terus. Tapi dari
hati mahasiswa itu. Ya gitu, kurang anu lah, kurang peduli. Kayak semacam
mainan gitu, padahal dengan harapan
dengan kita nulis itu nantinya kita bisa lomba ke tingkat nasional. Bahkan kami
menjaringnya lewat beasiswa. Kalau udah mengajukan beasiswa, mengajukan
proposal, dengan harapan kita punya bibit-bibit yang mumpuni gitu lho, dan layak untuk dibicarakan…
judul yang luas, lugas dan dapat diterima orang banyak, dan betul-betul bisa
digunakan untuk acuan ke tingkat nasional.” Tegas Ra’uf.
Hal yang diungkapkan oleh Ra’uf nyatanya memang selaras
dengan fakta yang Tim Hayamwuruk temukan di lapangan. Fadli Ikram, mahasiswa
Sastra Inggris 2011 mengatakan bahwa motivasi utamanya mengikuti PHP adalah
karena nominal uangnya, bukan karena semata-mata ingin melakukan penelitian.
Dia juga turut mengiyakan fakta bahwa minat untuk meneliti di FIB sangat rendah.
Menurut pengalamannya sendiri, dari 161 mahasiswa sastra Inggris angkatan 2011,
hanya 4 orang yang mengikuti PHP.
Permasalahan mengenai minat penelitian bagi kalangan
mahasiswa di FIB tidak hanya berhenti disitu saja. Belum tersedianya sarana
untuk publikasi hasil penelitian mahasiswa membuat para mahasiswa seolah enggan
untuk melakukan penelitian. Mimpi para peserta PHP agar naskah penelitian yang
mereka kumpulkan dapat dipublikasikan atau dibuat Jurnal Ilmiah pun tampaknya
masih jauh dari harapan.
Memang
tidak mudah untuk membuat suatu publikasi hasil penelitian. Ra’uf sendiri
menjelaskan bahwa hasil penelitian mahasiswa seperti PHP akan disimpan sebagai
arsip fakultas. “Jadi arsip fakultas,
nggak akan kemana-mana. Ya..dipublikasikan dananya ndak anu... Apa Anda mau jamin bisa diterima? Nggak gampang jurnal itu, tapi kan ada
sertifikat bahwa pernah ikut ini. Masuk jurnal opo? Masuk jurnal itu nggak
gampang lho ya, enak. Dosen mau bikin jurnal Internasional aja dananya ratusan juta aja
nggak keluar. Hibah penelitian itu kan masih dasar sekali, belum mengarah ke akarnya kan belum. Masih
sifatnya, apa ya, pelatihan mereka. Jadi untuk masukkan jurnal itu ya… ya
paling baru semester berapa sih yang ikut? “Jelas Ra’uf saat disinggung
mengenai kelanjutan naskah penelitian yang telah diterima fakultas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar