How Metaphor Can Give Meaning
Review Teks “How Metaphor Can Give Meaning to Form”
Dalam
mengungkapkan sesuatu, baik melalui bahasa lisan maupun bahasa tulis, kita
menggunakan tata urutan linear, yaitu sebuah konsep bagaimana sebuah kata di
ucapkan lebih dulu dari pada kata lainnya. Konsep ini berkorelasi dengan waktu
dan secara metafora, waktu berkorelasi dengan ruang. Dari hubungan korelasi
tersebut muncul konsep ruang yang dalam teks ini disebut sebagai spatial concept. Melalui konsep inilah, linguistik
akan menjelaskan bagaimana korelasi bentuk kalimat metafora dengan isi yang
disampaikan. Terdapat empat metafora umum dalam bahasa inggris yang dibahas
dalam teks ini, yaitu;
More of Form Is More of Content
Ungkapan metafora diatas menunjukkan hubungan spasial antara bentuk dan
isi. Linguistik sebagai wadah sedang isi dalam wadah tersebut adalah makna.
Melalui konsep ini, muncul pengertian bahwa semakin besar wadah maka isinya pun
semakin banyak; More of Form Is More of
Content. Contohnya adalah kalimat He
ran and ran and ran and ran. Kalimat tersebut memiliki bentuk yang lebih
panjang dari bentuk kalimat He ran.
Hal itu menunjukkan bahwa kalimat he ran
and ran and ran and ran memiliki isi makna yang lebih dari sekadar dia
berlari (He ran). Dari contoh
tersebut ditemukan adanya pengulangan kata ran
yang membuat kalimat itu memiliki bentuk yang berbeda (lebih panjang) dengan
kalimat yang semestinya (He ran).
Pengulangan tersebut berfungsi untuk menekankan makna yang lebih dalam dari
kalimat yang hanya menggunakan satu kata ran
dan satu huruf i.
Closeness Is Strength of Effect
Ungkapan metafora diatas menunjukkan hubungan spasial jarak yang memunculkan
konsep bahwa kedekatan akan memberikan efek yang lebih kuat. Contohnya: Sam killed Harry dan Sam caused Harry to die. Di kalimat Sam killed Harry, hanya terdapat satu
kata (killed) yang mengindikasi dua
kejadian yaitu pembunuhan dan kematian. Sedangkan di kalimat Sam caused Harry to die, terdapat dua
kata (caused dan die) yang mengindikasikan pembunuhan dan kematian. Hal ini
menunjukkan adanya jarak antara sebab dan penyebab yang lebih dekat pada kalimat
pertama, sehingga efek yang dimunculkan pun lebih kuat, sebagaimana metafora Closeness Is Strength of Effect. Melalui
contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa metafor dapat diaplikasikan
dalam kalimat sintaksis dan memiliki makna semantik.
The ME-FIRST Orientation
Cooper dan Ross (1975) telah melakukan observasi tentang cara pikir orang-orang
pada umumnya. Konsep individual yang berlaku dalam kehidupan adalah bahwa pada
hakikatnya manusia ingin selalu menjadi yang nomor satu. Untuk menjadi nomor
satu, orientasinya adalah manusia harus memiliki peran yang “melakukan” bukan
yang “diperlakukan”. Maka dari itu, manusia pada umumnya memiliki pemikiran
untuk mendapatkan posisi “di atas”, maju “ke depan”, “melakukan”, dan menjadi “baik”.
Itulah sebabnya kenapa kata “depan” berada sebelum kata “belakang”, kata “atas”
berada sebelum kata “bawah”, kata “aktif” berada sebelum kata “pasif”, dan kata
“baik” selau berada sebelum kata “buruk”. Orientasi ini mengarah pada metafora
ketiga yaitu Nearest is First: yang terdekat yang utama. Contohnya dalam
kalimat The first person on Bill’s left
is Sam. Kalimat tersebut mengindikasikan bahwa Sam berada paling dekat
dengan Bill, sebagaimana digunakannya kata first.
Konsep ini juga berhubungan dengan konsep tata linear yang menentukan kata apa
yang harus diletakkan terlebih dahulu.
An Instrument Is a Companion
Contoh
umum dari metafora ini dapat ditemukan pada tingkah atau kebiasaan anak kecil
yang berbicara kepada bonekanya. Boneka disini adalah sebuah instrument yang
berperan sebagai teman main dari si anak. Contoh dalam bahasa tulis dapat
dilihat melalui kalimat Me and my old
Chevy have seen a lot of the country together. Dari kalimat tersebut dapat
teridentifikasi bahwa Me dan my old chevy
adalah instrument dalam kalimat tersebut, dan kedua instrument tersebut
membentuk peran sebagai rekan; An
Instrument Is a Companion.
Dalam
grammar, kita bisa menggunakan preposisi with,
in dan at untuk mengindikasi baik instrumen maupun companion. Preposisi in dan at yang mengacu pada keterangan waktu dan tempat sangat berkorelasi
dengan konsep metafora spasial. Penggunaan presposisi in dan at ini berguna
untuk menambahkan keterangan yang membuat bahasa tersebut dapat diterima secara
logika. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah hubungan yang koheren antara
konsep tatabahasa dan konsep metafor spasial An Instrument Is a Companion.
Kesimpulannya,
kita dapat mengkonsepkan kalimat yang secara metafora memiliki konsep spasial
dengan linguistik yang mampu memisahkan property spasial seperti jarak,
bentuk dan hubungan. Bahkan, metafora
yang menjelaskan tentang orientasi tataurutan linear juga dapat menentukan
bagaimana intonasi pengucapan sebuah kalimat. Sebagaimana dijelaskan diatas,
keberurutan konsep linguistik hanya dapat terlihat jelas dan masuk akal saat
ditunjukkan melalui metafora karena linguistik dan metafor memiliki hubungan
secara spasial. Hal itu diperjelas dengan pernyataan Lakoff “In the other words, syntax is not
independent of meaning, especially metaphorical aspects of meaning”. (Lakoff,
1980:138)
Empat konsep spasial metafor diatas yang telah dijelaskan melalui ilmu linguistik,
akan sangat membantu dalam memahami pemakaian-pemakain metafora lainnya,
khususnya dalam karya sastra. Sebagai contoh, dapat diambil dari kutipan puisi
Alfred Lord Tennyson yang berjudul The
Eagle; “He clasps the crag with
crooked hands”(Perrine, 1969:5). Dalam kutipan tersebut, Tennyson
menggunakan metafora crooked hands
untuk mengkiaskan bentuk cakar elang. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa bentuk
penggunaan crooked hands yang secara
struktural lebih panjang (berbentuk frasa) daripada menggunakan kata claws untuk cakar, memberikan makna dan
pengertian yang lebih mengenai bentuk dari cakar elang (More of Form Is More of Content).
Metafor
yang berarti kiasan bukanlah sebuah kosakata yang asing dalam ilmu sastra.
Metafora banyak sekali digunakan dalam gaya bahasa penulisan karya sastra baik
itu puisi, prosa, maupun drama. Namun ternyata, pembahasan tentang metafor
tidak hanya berhenti pada esensinya sebagai sebuah gaya bahasa dalam karya
sastra yang berfungsi untuk memperindah bahasa sastra. Lebih dari itu, metafora
dapat di analisis bentuk dan fungsinya melalui pendekatan linguistik. Melalui
teks ini, Mark Lakoff menganalisis bentuk dan fungsi metafor melalui pendekatan
linguistik untuk mendapatkan penjelasan yang lebih logis tentang bagaimana
metafora dapat memberikan makna yang berbeda (makna kiasan).
Sumber:
Lakoff, George & Johnson. Mark. 1980. Metaphors
We Life By. Chicago: The University of Chicago Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar