Minggu,
17 November 2013
Ibu, Jumat kemarin, tepat jam 8
malam, forum Rapat Kerja Hayamwuruk dibuka. Kami; magang senior, pengelola
junior, dan pengelola senior yang hadir duduk melingkar di ruang tamu kontrakan
salah satu magang senior, Ayu. Aku sendiri duduk bersila di pojok, bersedekap
tangan menahan dingin.
Agenda pertama, pembacaan laporan
penanggung jawab dari para pemimpin divisi ; perusahaan, litbang, redaksi dan
terakhir pemimpin umum. Tanpa praduga apapun, sesuatu terjadi. Setelah LPJ
dibacakan, serangkai tangisan tumpah. Tanpa kami, para magang senior ketahui,
ternyata ada banyak ketegangan yang
tercipta di balik wajah para pengelola yang biasanya tampak
baik-baik saja. Hal itu lumayan menohok hati anakmu ini, Ibu. Dan anakmu yang
memang cengeng dan mudah trenyuh ini pun ikut menyumbang air mata. Sedih dan tak
menyangka.
Forum berjalan hingga Sabtu, pukul
3.30 dini hari. Aku yang sepanjang rapat berjalan sudah sangat
terkantuk-kantuk, bahkan sesekali tertidur pun langsung menjatuhkan diri di
tempat yang sama dan tidur.
Esoknya forum dilanjutkan. Agenda
yang telah diatur di rundown acara pun
berjalan lancar dan bahkan lebih cepat dari waktu yang diperkirakan. Anakmu ini
dan panitia lainnya; Arun, Diah, Dian, Hendra, Dini, Habib, Farida, Nisfah,
mbak Suci, Mbak Spica, Alda, Umi, dan Ayu mengadakan rapat untuk memutuskan
acara apa yang akan diadakan untuk mengisi sisa waktu. Lantas kami memutuskan
untuk ikut menumpahkan segala konflik dan ketegangan di hati kami di hadapan
para pengelola.
Ibu, semalam aku berbicara tentang
ragu, gelisah, dan kaku yang merajah hatiku. Tak banyak yang kukatakan memang,
tapi diantaranya aku menyebutkan kejadian hari itu. Saat dimana sahabatku yang
telah kau kenal pula, memutuskan untuk tak lagi berproses di Hawe bersamaku.
Ibu, aku teringat saat aku senang
sekali berkunjung ke Hawe bersamanya. Kami yang waktu itu bersama-sama
menyerahkan formulir ke sekre Hawe, diuji menulis oleh mas Achmad, dan datang
ke peluncuran Hayamwuruk bersama.
Hingga dia yang akhirnya memutuskan pergi dan berhenti. Ingin rasanya untuk
ikut berhenti, tapi lantas aku berpikir. Dia berhenti untuk mimpinya yang lebih
penting. Dan aku pun ikut. Memilih mimpiku yang lebih penting. Berproses di
Hayamwuruk.
Ibu, anakmu yang selama ini terlalu
sibuk memikirkan konflik pribadi untuk bertahan atau berhenti di tengah jalan
akhirnya menyadari sesuatu. Di tiga hari raker aku menemukan satu fakta bahwa
aku tidak pernah sebertahan ini sebelumnya. Malam tadi, aku tahu satu hal bahwa
ternyata aku begitu menyukai Hayamwuruk disamping aku menyukai jurnalistik itu
sendiri.
Ibu, sepanjang rapat raker, luh ini
sering mengambang tiba-tiba. Menyaksikan wajah-wajah pengelola dan membayangkan
jalan yang akan anakmu ini hadapi kedepannya.
Sore ini, acara ditutup dengan tawa
dan segenap ceria di wajah kami. Kami, magang senior yang kini hanya tersisa 14
orang dari keseluruhan pendaftar Hayamwuruk yang mencapai lebih dari 50 orang,
bersama-sama berjanji untk bertahan sampai akhir. Ibu, anakmu ini sudah menjadi bagian tetap
Hayamwuruk, Lembaga Pers Mahasiswa yang bersedia melayani anakmu ini untuk
belajar jurnalistik.
Raker yang ditemani mendung
sepanjang tiga hari ini pun berhasil membawa kesan istemewa di hati anakmu ini.
Selamat datang untuk segala ketegangan, konflik, dan kisah indah yang akan
menghamipiri ke depannya. Selamat berproses untuk rekan-rekan seangkatan Arun,
Diah, Dian, Hendra, Dini, Habib, Farida, Nisfah, mbak Suci, Mbak Spica, Alda,
Umi, dan Ayu. Semoga kita yang ber-empat belas, akan tetap ber-empat belas
hingga akhir. Selamat membimbing utuk para pengelola senior mbak Citra, mbak
Nisa, mbak Novi, mbak Destya, mbak Santi, mbak Yeye, mas Iqbal, dan mbak Mitra.
Selamat berfokus kuliah untuk mas Ipul, mbak Hasna (pimred yang hebat banget),
mbak Alfu yang cantik, dan Bang Galang (manusia paling lucu dan langka yang
pernah kutemui). Dan untuk Hayamwuruk, terima kasih telah menerima saya untuk
berproses bersama namamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar