On my way
I
remember years ago,
Someone
told me I should take
Caution
when its come to love, I did, I did
You
was strong and I was not
My
illusion,my mistake
I
was careless, I forgot, I did, I did..
Lagu
berjudul Imposible oleh alunan suara merdu Maddi Jane, menemani perjalananku
kembali ke Semarang. Entah kebetulan atau tidak, bis yang kudapati sore ini
adalah bis yang sama yang membawaku kerumah beberapa hari lalu. Bis yang sama
pula dengan yang dulu memberikan 150 menit untuk mempertemukanku dengannya.
Aku
sedang duduk di bis jurusan Semarang-Surabaya ketika suaranya menyapaku. Kala
itu, seperti biasa adalah jadwalku untuk pulang kerumah setelah 3 minngu berada
di Semarang. Kuliah.
“Ndah Zum..??”
dia bilang. Dan aku yang merasa
dipanggil pun langsung menoleh dan pun langsung menganga kaget. ‘Bagaimana dia
bisa ada disini?’
“Rama???” sahutku. Dan dia lalu tersenyum. Membuyarkan
semua tanya di otakku. Mengusir semua pertanyaan. Merobohkan dinding
ketenanganku.
Dia lalu mengambil duduk di sampingku. Dan aku hanya diam
memperhatikan. Linglung. Ya,aku pasti tampak sangat linglung dan konyol kala
itu. Bagaimana tidak? Dia yang duduk di sampingku ini,dan juga yang sekaligus
telah menyapaku ini adalah…
“Piye kabare??”
dia bertanya.
“Alhamdulillah” jawabku tanpa berani menatapnya. Aku
benar-benar ragu bahwa ucapanku tadi terdengar wajar. Aku pikir pasti ada nada
getar dalam intonasinya. Tentu saja karena aku tengah benar-benar gugup.
Sepanjang
perjalanan aku tak sanggup bergeming. Aku benar-benar mati gaya. Keringatku meluap. Deg-degan
tak karuan.‘Ya Allah…’ sebutku dalam
hati terus-menerus. Aku berusaha sekuat tenaga untuk bersikap sebiasa mungkin,
Tapi sekali lagi aku sanksi aku bisa tampak seperti itu.
“Kuliah dimana?” dia mulai membuka percakapan lagi.
Mungkin merasa aneh terus diam dengan “kawan” lama.
“UNDIP” jawabku, “kamu Ma??” tanyaku kemudian masih
dengan pikiran tak karuan. “Aku di POLRI” jawabnya. Aku tidak kaget. Karena
sesungguhnya aku sudah tahu dia melanjutkan kuliah dimana.
“Jurusan opo?”
dia lanjut bertanya. “Sastra Inggris” jawabku. Kali ini aku yakin aku sudah
mulai bisa menguasai diri. Aku menoleh memberanikan diri memandang. Deg. Dia tersenyum. Lagi. Dan aku hampir
pingsan dibuatnya.
‘ah..Ya Allah..betapa aku rindu senyum dan tatapan
itu..’
Setelahnya,dia diam. Begitu pun aku. Entah apa yang dia
pikirkan atau nikmati aku tak tahu. Aku tak berani berpaling ke arahnya terlalu
lama. Aku setia menatap keluar jendela bis. Sibuk dengan pikiranku sendiri.
Menikmati sensasi.
Perjalanan
terasa begitu panjang. Namun, tanpa kusadari aku bersyukur karenanya. Entah bagaimana
ekspresiku saat itu aku sama sekali tak bisa membayangkannya. Selanjutnya, aku
mulai berani untuk sekali-sekali melirik. Berusaha menangkap wajahnya yang
selalu saja mampu membuatku terus suka. Tapi,ada sedikit rasa kecewa
setelahnya. Dia tampak biasa-biasa saja. Dan itu membuatku merasa semakin
konyol sendiri karena telah grogi setengah mati.
Demak
sudah lewat, sepertinya sejak tiga puluh menit yang lalu. Aku menoleh.
Memastikan dia masih ada di sampingku. Aku tersenyum. Lega.
Tapi
setelahnya,entah kenapa waktu jadi memperpendek lamanya. Tiba-tiba saja sudah
sampai Pati, lalu Juwana. Deg. Ini
waktunya.
Aku
menoleh bertepatan dengan dia yang juga menoleh untuk berpamitan. Aku menoleh
juga karena aku tahu dia akan turun disini. Dia menjabat tanganku.
“Duluan
yo!!?” diabilang. Aku hanya tersenyum sendu dan mengangguk. Speechless.
Dia bangkit dan beranjak pergi. Aku menatap
punggungnya menjauh. Lalu dia turun dari bis. Masih kuikuti. Aku menatapnya
dari balik jendela bis. Jujur saja dengan setengah harapan dia akan menoleh.
Tapi itu tidak terjadi. Dia terus berjalan. Begitu juga dengan bisku.
Kuhela nafas panjang.Usai sudah. Dia sudah
pergi. Aku memandang ke kursi di sebelahku. Rama sudah tidak ada. Sudah tidak
duduk disana lagi. Aku menangis. Aku tidak tahu tepatnya karena apa. Entah
karena senang telah bertemu dengannya lagi setelah sekian lama. Atau entah
karena menyesal karena tak bisa banyak berinteraksi dengannya tadi. Entah
karena begitu rindu dengannya, dengan senyumnya yang seketika membuat
pertahanan hatiku roboh, atau entah begitu gembira mendengarnya menyapaku
sebagaimana dia dulu menyapaku. Entah karena aku tak sempat benar-benar menatap
wajahnya untuk menuntaskan kangen,atau aku menangis karena aku sedih dia pergi
lagi. Atau juga entah karena kecewa dia tampak biasa-biasa saja, yang berarti
hatinya belum juga menoleh padaku. Entahlah..aku benar-benar tidak tahu.
Mungkin semua alasan itu benar. Semuanya. Tanpa kecuali.
Pertemuan dengan seorang yang telah kusukai
sejak SMP, pertemuan yang juga pernah kuimpikan dan kubayangkan sebelumnya.
Tapi,aku masih saja tak berkutik ketika harapan itu benar terjadi. Masih saja
tidak siap. Sedih harus menyaksikannya pergi lagi. Sedih karena setelah lima
tahun menata hati kini aku harus mulai dari awal lagi. Tapi,lebih banyak dari
itu, aku jauh lebih bahagia telah bertemu dengannya. Lagi. Mendengar suaranya
menyapaku seperti dulu.
Aku
terus menangis. Air mataku benar-benar tak mau berhenti. Ku usap tapi ada dan
ada lagi. Sepanjang perjalanan yang tersisa…..
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar