0.22
1 Januari 2014
Dua bungkus kembang
api kecil siap. Dua bungkus kembang api besar siap. Korek api siap. Lahan siap.
5 4 3 2 1… hitung mundur dan duarr!! Duar!!! Duar!!! Kami bertepuk. Lima gadis dan
seperangkat anak laki-laki kos depan. Bersepakat. Berkerjasama. Merayakan tahun
baru bersama. Welcome to the new year. 2014.
Untuk pertama
kalinya aku merayakan tahun baru di Semarang. Bukan di tempat spesial. Hanya di
kos saja. Tapi berbeda. Kami merayakannya di balkon anak kos depan. Kos laki-laki.
Bersama menyulut kembang api kedua kami. Bertepuk tangan, tertawa. Dan anehnya,
tetap tanpa canggung meski baru pertama kali menjalin komunikasi. Kami tidak
banyak bertukar kata. Seperti yang dibilang, bukan karena canggung. Tapi lebih
karena tak biasa. Kami hanya saling menikmati kembang api kota Semarang
bersama. Di balkon mereka.
Tahun baru
2014. Bukan hanya berbeda karena perayaan yang telah kuceritakan. Tapi, juga
karena hari ini aku tepat mendapatkan cacat pada gigiku seumur hidup. Akan selalu
membekas hingga mati.
Biasanya, aku
lewatkan malam tahun baru dengan menulis resolusi dan sholat malam. Bercerita dan
berharap pada Yang Kuasa. Tapi malam ini kembali berbeda. Aku tidak mampu
menyentuhkan kulitku ke air wudhu karena lecet. Aku juga tidak mampu melututkan
kakiku saat sujud ; cidera.
Awal tahun ini,
beribu perbedaan datang. Antara teguran, rasa sakit, rindu, kecewa, senang
semua berkumpul membentuk satu batang kembang api yang meloncat ke arahku dalam
waktu bersamaan.
Lebih daripada
itu, semuanya membahagiakan.
Resolusi??? Jangan
tanya itu, aku tak akan menulisnya. Sesungguhnya lebih karena lelah. Resolusi itu
jarang sekali terwujud. Kali ini, aku akan menguapkannya dalam hati, teralamat
khusus untuk Allah. Yang jelas, berharap bahwa 2014 akan lebih baik dari 2013. Apapun
itu.
Terakhir. Sekali
lagi. Happy New Year and Bismillah.
*doa pertama :
Ya Allah hentikanlah pendarahan di gigiku.